!-- Javascript Ad Tag: 6454 -->

Monday, February 9, 2015

Pasukan Isis Defensif, Uni Emirat Arab Tarik Diri dari koalisi

Pasukan  Isis Defensif, Uni Emirat Arab Tarik Diri dari koalisi


KOMPAS.com - Sebelum ada rilis video eksekusi pembakaran pilot Muath al-Kassasbeh oleh Negara Islam atau lebih dikenal dengan nama ISIS di Irak dan Suriah, Selasa (3/2), sebagian warga Jordania yakin, perang lawan ISIS bukan ”perang kami”. Kini, muncul konsensus di Jordania, ancaman ISIS mulai ”memasuki kamar tidur” mereka dan harus dilawan.

Selama tiga hari beruntun, sejak Kamis lalu, jet-jet tempur membombardir berbagai target milisi Negara Islam di Irak dan Suriah. Sebelum jet-jet itu dikerahkan untuk menggempur ISIS, seperti diperlihatkan video militer Jordania, bom-bom pada jet-jet tempur itu ditulisi para pilot Jordania dengan kapur tulis.

”Sungguh pasukan kami bakal berjaya”, ”Islam tidak terkait ISIS”, demikian antara lain bunyi tulisan tersebut. Militer Jordania menamai misi gempuran pada ISIS itu dengan sebutan ”Muath, Sang Syahid”.

Jumat lalu, ribuan warga Jordania seusai shalat Jumat di Masjid Al-Husseini tumpah-ruah di jalanan ibu kota Amman. Mereka menggelar aksi solidaritas atas gugurnya Kassasbeh.

Satu dari mereka adalah permaisuri Kerajaan Jordania Ratu Rania. Berkalung sorban bercorak motif merah-putih dan membawa foto pilot Kassasbeh, perempuan Palestina kelahiran Kuwait berusia 44 tahun itu melontarkan pernyataan tegas.

”Ini jelas perang Jordania, ini perang setiap Muslim... Kami tidak bisa memenangi perang ini sendirian, tetapi ini jelas perang kami,” tegas Rania kepada BBC.

Pergeseran atmosfer

Meski bergabung dalam serangan udara pasukan koalisi internasional pimpinan Amerika Serikat (AS) menyerang ISIS, Jordania kerap defensif. Itu dipilih Raja Jordania Abdulllah II bukan tanpa perhitungan.

Banyak warga Jordania khawatir, negaranya terseret konflik dengan imbas serangan balik aktivis militan di negara sendiri. Banyak pendukung atau simpatisan ISIS bercokol di Jordania.

Lebih dari 2.000 warga Jordania diyakini menyeberang ke Suriah, tiga tahun terakhir, untuk berperang. Posisi Jordan, yang berbatasan dengan Suriah dan Irak - yang sepertiganya dikuasai ISIS - membuat negeri itu rentan dari infiltrasi ISIS. 

Hingga pekan lalu saat milisi ISIS merilis video eksekusi jurnalis Jepang, Kenzi Goto, masih banyak warga Jordania beranggapan perang melawan ISIS ”bukan perang mereka”.

”Sejak hari pertama Jordania bergabung koalisi melawan ISIS, sebagian rakyat kami yakin, itu bukan perang kami,” kata Oraib al-Rantawi, Direktur Pusat Al-Quds untuk Studi Politik di Amman.

”Sebagian lainnya merasa, cepat atau lambat, itu bakal menjadi perang kami. Jadi, lebih baik melawan mereka di kebun belakang negara (tetangga) lain daripada di kamar tidur sendiri.” (New York Times, 1-2-2015)

ISIS berusaha mempertajam polarisasi itu dengan merilis video eksekusi pilot Kassasbeh. Cara eksekusi yang dinilai, termasuk oleh simpatisan NIIS sekalipun, bisa berbalik seperti senjata makan tuan bagi ISIS.

”(Eksekusi) itu melemahkan popularitas ISIS karena kami melihat Islam agama welas-asih dan toleransi. Di tengah perang sekalipun, seorang tahanan perang harus diperlakukan dengan baik,” kata Mohamed al-Shalabi alias Abu Sayaf, ulama Salafi Jordania yang hampir 10 tahun dipenjara Jordania.

Melihat atmosfer di kalangan publik, atmosfer di Jordania kini telah berubah. Sejak video eksekusi Kassasbeh dirilis ISIS, hampir tak ada hari di negeri itu tanpa aksi solidaritas mendukung pembalasan atas ISIS.

”Muath kini sudah menempati setiap kamar tidur di Jordania,” ujar Naif al-Amoun, anggota parlemen Jordania yang satu kampung dengan pilot Kassasbeh di Karak. ”Kami tak akan membiarkan siapa pun mengeksploitasi isu ini untuk berlawanan dengan pemerintah.”

”Saya pikir, ada konsensus nasional perlunya menjaga stabilitas dan integritas negeri ini,” kata Abdul-Ilah Khatib, mantan Menteri Luar Negeri Jordania.

”Ada anggapan, kami kini jadi target, sebagai negara. Kami harus menghadapi tantangan itu.”

Mana hasil koalisi?

Dengan dukungan publik yang begitu besar, Jordania kini menggempur habis-habisan target ISIS lewat serangan udara. Namun, beranggapan serangan itu bakal menghancurkan dan memusnahkan ISIS—seperti jargon yang didengungkan militer Jordania—terlalu absurd.

Memasuki bulan keenam serangan pasukan koalisi internasional, belum ada hasil signifikan dari serangan udara koalisi terhadap ISIS. Ini telah diperkirakan jauh-jauh hari sebelum serangan pada ISIS dimulai.

Namun, pejabat AS kerap melontarkan pernyataan, pergerakan ISIS berhasil dihentikan. Komando Sentral AS memperkirakan, 6.000 milisi ISIS tewas, termasuk dalam lebih dari 1.250 serangan udara di Irak. Di Kobani, perbatasan Suriah-Turki, ISIS dipukul mundur.

Namun, kata pejabat penting pasukan koalisi kepada BBC, ”Kami saat ini jalan di tempat di Suriah.” Tidak seperti di Irak, pertempuran melawan NIIS di Suriah mendatangkan kesulitan bagi pasukan koalisi.

Di Suriah, pasukan koalisi tidak memiliki partner pasukan darat. Peran yang di Irak dijalankan pasukan Peshmerga Kurdi dan pasukan Pemerintah Irak plus milisi-milisi Syiah.

Lalu, muncul kabar kurang menggembirakan: Uni Emirat Arab—satu dari lima negara Arab yang turut dalam serangan udara koalisi—menarik diri dari serangan udara tersebut. Tiadanya evakuasi bagi pilot jika pesawat jatuh, seperti kasus Kassasbeh, salah satu alasannya.

Di tengah kembali memanasnya gempuran pada ISIS, dipicu pembalasan Jordania atas Kassasbeh, seorang diplomat senior Barat mengingatkan agar semua pihak tidak jumawa.

”Tak ada keraguan, hari-hari keperkasaan ISIS telah berlalu,” ujarnya, yang dikutip Reuters. ”ISIS kini defensif, tak terorganisasi, seperti tetesan air raksa yang terpisah-pisah. Namun, mereka bisa muncul lagi.”

Intinya, dunia harus terus waspada. (MH SAMSUL HADI)

No comments:

Post a Comment