!-- Javascript Ad Tag: 6454 -->

Friday, August 16, 2013

Pimpinan Militer Mesir perlu dibawa ke Pengadilan (Mahkamah) Internasional


Peduli Mesir
Pimpinan Militer Mesir perlu dibawa ke  Pengadilan (Mahkamah)  Internasional

pimpinan militer Mesir yang telah membantai warganya sendiri hingga 2200 orang penduduk umumnya para pendukung Presiden Mursi telah dianggap telah melangar Hak Asasi Manusia dan perlu diadili pengadilan Mahkamah Internasional.



 Presiden Amerika Serikat Barack Obama, pada Kamis (15/8/2013) pagi waktu setempat, akhirnya buka suara soal insiden berdarah di Mesir.

Lewat pidatonya di  sela-sela liburannya di Massachussets, Presiden Obama mengecam keras penggunaan kekerasan terhadap pengunjuk rasa pro-Muhammad Mursi yang mengakibatkan sedikitnya 525 orang meninggal dunia.

Obama juga meminta pemerintah Mesir untuk mencabut keadaan darurat dan tetap mengizinkan unjuk rasa damai.

Meski demikian pemerintahan Obama tidak akan membekukan bantuan militer ke Mesir yang bernilai 1,3 miliar dolar per tahunnya.

"Saat kami ingin mempertahankan hubungan dengan Mesir, namun kerja sama tradisional kita tak bisa berlanjut seperti biasa saat warga sipil dibunuh di jalanan," kata Obama di hadapan wartawan di tempat liburannya.

Obama menambahkan, pemerintah AS sudah mengabarkan kepada pemerintah Mesir soal pembatalan latihan militer bersama "Bright Star" yang rutin digelar dua tahun sekali sejak 1981.

Latihan perang ini juga pernah dibatalkan pada 2011 saat revolusi menggulingkan Hosni Mubarak terjadi di negeri itu.

Sejauh ini, pemerintahan Obama belum menyebut peristiwa tergulingnya Muhammad Mursi sebagai sebuah kudeta militer.

Sebab, jika AS menyebut militer Mesir telah menggulingkan seorang pemimpin yang terpilih secara demokratis maka sebagai konsekuensi AS harus menghentikan semua bantuan untuk Mesir.

"Meski kami tak percaya bahwa kekerasan merupakan solusi untuk menyelesaikan perbedaan politik, sejak intervensi militer beberapa pekan lalu, masih ada peluangn rekonsiliasi dan kesempatan untuk kembali ke jalur demokrasi," kata Obama.

"Namun, kami justru melihat jalur berbahaya yang diambil lewat berbagai penahanan, pembubaran paksa para pendukung Mursi, dan sekarang aksi kekerasan tragis yang merenggut ratusan nyawa manusia," tambah Obama.

Mesir dicengkeram krisis politik sejak militer menggulingkan Muhammad Mursi, presiden pertama negeri itu yang terpilih secara demokratis, pada 3 Juli lalu.

Sejak saat itu bentrokan antara massa pendukung dan anti-Mursi kerap terjadi dan memakan korban jiwa.
Puncaknya terjadi pada Rabu (14/8/2013) ketika aparat keamanan membubarkan para pendukung Mursi yang menduduki dua lapangan besar di kota Kairo.

Sejauh ini, tragedi "Rabu Berdarah" di Mesir sudah menewaskan 525 orang dan melukai lebih dari 3.000 orang lainnya.

 Ikhwanul Muslimin menyerukan pendukungnya untuk turun ke jalan dalam unjuk rasa "Amarah Jumat" di Kairo untuk menunjukkan kecaman mereka terhadap pembubaran demonstran pro-Mursi yang mengakibatkan 638 orang tewas itu.

"Unjuk rasa anti-kudeta akan dimulai dari semua masjid di Kairo menuju Lapangan Ramsis setelah shalat Jumat," demikian ungkap Juru Bicara Ikhwanul Muslimin Gehad al-Haddad lewat akun Twitter-nya.

"Setelah semua pukulan, penangkapan, dan pembunuhan yang kami terima, emosi kami terlalu tinggi untuk diredakan siapa pun," tambah Haddad.

"Selain kepedihan dan kesedihan karena kematian syuhada, kejahatan terbaru para pelaku kudeta ini semakin membuat kami bertekad untuk mengakhiri kekuasaan mereka," ujar Haddad.

Sejak tergulingnya Mursi 3 Juli lalu, Ikhwanul sudah menjuluki peristiwa itu sebagai sebuah kudeta militer. Sejak itulah, kelompok pro-Mursi menggelar unjuk rasa menuntut dikembalikannya jabatan Muhammad Mursi.

Namun, kelompok liberal dan aktivis pemuda yang mendukung militer menilai tindakan militer merupakan respons dari tuntutan publik.

Seruan Ikhwanul Muslimin ini dikhawatirkan memicu kerusuhan baru sebab Pemerintah Mesir, meski mendapat banyak kecaman, bergeming dari keputusannya.

Pemerintah Mesir yang didukung militer malah memperingatkan mereka akan menggunakan peluru tajam kepada siapa saja yang menyerang polisi atau institusi publik.

Aliansi Masyarakat Aceh Peduli Mesir menggalang ribuan tanda tangan dari jemaah seusai shalat Jumat di atas kain putih sepanjang 20 meter yang dibentangkan di halaman Masjid Raya Baiturrahman, Banda Aceh, Jumat (16/8/2013)

Berdasarkan pantauan Kompas.com, seusai melakukan orasi, mereka menggelar shalat gaib di jalan di pusat Kota Banda Aceh. Peserta aksi yang datang dari berbagai organisasi masyarakat (ormas) Islam itu bergabung dengan seluruh jemaah shalat Jumat untuk melaksanakan shalat gaib di Masjid Raya Baiturrahman.

Koordinator aksi, Ibnu Sakdan, mengatakan, Aliansi Masyarakat Aceh Peduli Mesir juga menggalang ribuan tanda tangan di atas kain putih sepanjang dua puluh meter yang dibentangkan di halaman masjid besar tersebut. Penggalangan tanda tangan digelar sesuai shalat Jumat.

"Ribuan tanda tangan ini nantinya akan kita serahkan langsung kepada Duta Besar Mesir agar pembantaian umat Muslim di Mesir segera dihentikan," tegas Ibnu Sakdan.

Korban tewas 638 orang

Selain menyatakan setidaknya 638 orang tewas, Kementerian Kesehatan Mesir juga menyebutkan tak kurang dari 4.000 orang terluka dalam insiden berdarah yang bermula dari upaya paksa pihak keamanan Mesir mengusir demonstran pendukung presiden terguling Mesir Muhammad Mursi pada Rabu (14/8/2013).

Diperkuat kendaraan lapis baja dan buldoser, polisi antihuru-hara Mesir menghancurkan perkemahan dan aksi duduk para demonstran di dua lokasi utama tempat pendukung Mursi menggelar aksi protes selama enam pekan terakhir. Aksi pendukung Mursi berlangsung sejak militer menggulingkan kekuasaan Mursi yang terpilih dalam pemilu demokratis pada Juli 2012.

Kementerian Kesehatan Mesir dalam pernyataannya mengatakan, 288 korban tewas berasal dari perkemahan terbesar demonstran di distrik Nasr kota Kairo. Sementara 90 korban tewas lain berasal dari perkemahan yang lebih kecil di al-Nahda Square di dekat Universitas Kairo. Selebihnya tewas dalam bentrok pendukung Mursi dan pasukan keamanan di beragam tempat.

Mohammed Fathallah, juru bicara kementerian, mengatakan sebelumnya bahwa tubuh berlumuran darah yang berderet di Masjid El Imam di kota Nasr tidak termasuk dalam korban tewas resmi. Tidak ada pernyataan yang memastikan apakah data terbaru ini sudah memasukkan korban tewas yang dikumpulkan di masjid tersebut.

Sementara itu, di dalam masjid, nama para korban tewas tertulis di kain kafan mereka. Sebagian jenazah terlihat bekas terbakar. Selain itu, nama 265 korban meninggal juga terpampang dalam selembar daftar yang ditempel di dinding masjid. Bau mayat tak tertahankan dari dalam masjid ini.

Banyak kalangan mengeluh pihak berwenang mencegah pemberian izin penguburan jenazah para korban ini, meskipun Ikhwanul Muslimin telah mengumumkan beberapa pemakaman diadakan untuk para korban yang telah teridentifikasi pada Kamis (15/8/2013). Fathallah membantah ada pencegahan pemberian izin itu.

Omar Houzien, relawan yang membantu mencari korban "pembantaian" itu, mengatakan, jenazah-jenazah tersebut dibawa ke dalam masjid dari pusat medis di perkemahan demonstran pada saat-saat terakhir penyapuan polisi ke perkemahan karena ada kekhawatiran jenazah itu akan dibakar polisi.

Terpisah, Pemerintah Mesir menguburkan 43 petugas kepolisian yang juga menjadi korban dalam insiden "Rabu berdarah" tersebut. Menteri Dalam Negeri Mohammed Ibrahim, yang juga membawahi kepolisian, memimpin langsung penguburan itu.

Meski data korban tewas yang dilansir Pemerintah Mesir sudah mengerikan, Ikhwanul Muslimin mengatakan, korban tewas sesungguhnya diperkirakan mencapai 2.600 orang. Korban luka pun mencapai 10.000-an orang.

Kecaman dan kutukan bertubi-tubi datang pada Pemerintah Mesir, baik dari kalangan Muslim maupun Barat, atas insiden "pembantaian" ini. Presiden Amerika Barack Obama juga sudah menyatakan membatalkan latihan militer bersama tahunan kedua negara meski tak ada pernyataan menghentikan bantuan 1,3 miliar dollar AS untuk militer Mesir ataupun menyebut penggulingan Mursi adalah kudeta.

Sejumlah ormas Islam yang tergabung dalam Aksi Solidaritas Peduli Mesir memadati bundaran Hotel Indonesia, Jakarta, pada hari Jumat (16/8/2013) menuju Markas Perwakilan PBB di Jakarta.

Aksi ini dilakukan sebagai bentuk kepedulian masyarakat terhadap konflik berdarah yang terjadi di Mesir. "Mari kita beri dukungan kepada saudara kita di Mesir yang telah dibumihanguskan militer dan rezim Mesir," ujar orator aksi saat baru datang di Jakarta, Jumat.

Ia juga mengingatkan bangsa Indonesia agar peduli terhadap situasi yang terjadi di Mesir. Pasalnya, Mesir adalah negara pertama yang mendukung kemerdekaan Indonesia. Rombongan tersebut mulai berkumpul sekitar 13.30 WIB. Dari Bundaran HI, pengunjuk rasa langsung melakukan rally menuju Markas PBB yang ada di Jakarta.

Mereka meminta PBB memperjelas sikap dan melakukan aksi nyata di Mesir, seperti mengirim delegasi kemanusiaan dan menyeret pelaku-pelaku kekerasan ke pengadilan internasional. Senior Vice President Bagian Humas ACT (Aksi Cepat Tanggap), Iman Nurakbar, mengklaim bahwa massa yang datang pada aksi kali ini mencapai seribu orang.

Iman juga mengatakan, pihaknya tidak hanya melakukan aksi, tetapi juga akan mengirim tim ke Mesir dan memanfaatkan jaringan yang tersebar di Asia Tenggara untuk mengadakan konferensi membahas persoalan Mesir.

Konflik berdarah yang terjadi di Mesir dimulai ketika pihak keamanan Mesir melakukan pembubaran paksa terhadap para pendukung Muhammad Mursi yang digulingkan militer yang melakukan unjuk rasa. Pada hari Rabu (14/8/2013), dengan buldoser, mereka meratakan perkemahan yang menjadi basis pendukung Mursi yang telah berunjuk rasa selama sekitar enam pekan.

Berdasarkan informasi dari Kementerian Kesehatan Mesir, jumlah korban tewas dalam konflik berdarah tersebut sejauh ini 638 orang dan 4.400 orang luka-luka. Sementara itu, pihak Ikhwanul Muslimin mengklaim bahwa korban yang tewas mencapai 600 orang dan 10.000 orang lainnya luka-luka.

Ratusan warga di Sulawesi Selatan berunjuk rasa menuntut Persatuan Bangsa-bangsa (PBB) dan Organisasi Konfrensi Islam (OKI) bertindak tegas menghentikan pembantaian di Mesir yang mengakibatkan ratusan warga sipil tewas dan ribuan luka-luka, Jumat (16/8/2013).

Para pengunjuk rasa yang terdiri dari ibu-ibu, anak-anak, dan mahasiswa itu berasal dari beberapa kabupaten, di antaranya Kabupaten Gowa, Maros dan Selayar. Mereka bergabung di bawah jembatan layang Jalan Urip Sumoharjo, Makassar.

Dalam aksinya, mereka menyatakan prihatin atas gejolak yang dialami warga sipil di Mesir.

"Kami sengaja datang ke kota Makassar dan bergabung dengan adik-adik mahasiswa sebagai wujud kepedulian kami terhadap saudara-saudara kita di Mesir," ungkap Rita, seorang pengunjuk rasa.

Selain mendesak PBB untuk menghentikan peperangan, pengunjuk rasa ini juga meminta PBB agar mengadili militer Mesir ke Mahkama Internasional.

Dukungan untuk warga sipil yang menjadi korban di Mesir juga datang dari jamaah masjid Al Markas Al Islami Center yang menggelar shalat gaib seusai melaksanakan shalat Jumat.

No comments:

Post a Comment