!-- Javascript Ad Tag: 6454 -->

Thursday, August 15, 2013

Militer Mesir bantai demonstran pendukung Mursi, 2200 orang tewas


Militer Mesir bantai demonstran pendukung Mursi, 2200 orang tewas

Presiden Iran, Hassan Rohani, Kamis (15/8) mendesak militer Mesir menghentikan penindasan terhadap rakyat Mesir dan menyampaikan belasungkawa kepada bangsa besar Mesir.

"Saya menyampaikan belasungkawa kepada rakyat besar Mesir dan meminta militer Mesir agar tidak menindas bangsa besar Mesir, yang mencari kebebasan," kata Rohani. Ia merujuk kepada bentrokan berdarah pada Rabu (14/8) antara militer Mesir dan pelaku aksi duduk --yang mendukung presiden terguling Mohamed Mursi.

"Seluruh dunia mesti menghormati rakyat Mesir dan tuntutan mereka," kata Rouhani saat berpidato di Majelis (Parlemen) Iran sebagaimana dilaporkan Xinhua.

Ratusan orang tewas dan ribuan orang lagi cedera dalam bentrokan antara pemrotes pro-Moursi dan personel keamanan selama operasi pembubaran yang dimulai pada Rabu pagi di dua bundaran utama di Mesir.

Seorang turis Australia yang tinggal di Kairo bercerita kepada ABC sempat ditangkap dan dipukuli karena merekam aparat tak berseragam saat menembaki demonstran.

Warga Australia Dylan Bradbury, 24 tahun, tinggal di sebuah hotel di pusat kota Kairo saat para demonstran tiba sekitar tempatnya menginap. Dia mengungkapkan sekitar 10 demonstran waktu itu melemparkan batu di jalanan dan disaat yang sama Bradbury juga mendengar letusan senjata.

“Saya melihat tembakan dilepaskan dan orang bersembunyi di balik dindung dan saya berfikir, ‘wow, Anda tahu, saya ingin merekamnya’,” ceritanya kepada program ABC's The World Today.

Bradbury mengatakan dia langsung turun dan menuju jalanan untuk merekam semua yang terjadi termasuk merekam laki laki tak berseragam sedang membidik dan menembak.
“Saat ketika....mereka melihat saya merekam, saya kira mereka harus mengambil handphone saya,” katanya.

“Mereka melihat saya sebelum saya sadar saya diseret ke tengah mereka dan memaksa saya tengkurap dan saya mencoba mempertahankan telpon saya karena itu milik teman yang berisi dnegan foro Mesir,” lanjutnya.

Orang orang tak berseragam itu berhasil merampas telfonnya dan Bradbury digelandang ke kantor polisi dimana dia dituduh dan diserang.

Audio: Listen to interview with Dylan Bradbury (The World Today)
“Saat saya berjalan ditangga, seorang pria memukul dada saya di kantor polisi,” kenangnya.

Dia menduga yang memukul adalah polisi karena sedang memegang pistol.

“Saya tidak begitu merasakannya karena adrenalin saya sedang terpacu, tapi saya bisa merasakannya sekarang,” ungkap Bradbury.

Polisi memaksanya untuk menghapus semua rekaman di dalam telepon.

“Saya coba, tapi saya tidak bisa karena ini milik teman saya, saya tidak tahu cara menggunakannya karena ada kata kuncinya’, tapi mereka tidak percaya,” Bradbury coba menjelaskan.

“Mereka menuduh saya bohong, tapi mereka membawa ke teman saya kembali dan memberikan kata kuncinya dan menghapus rekaman,” katanya lega.

Tapi belum cukup sampai di situ, petugas meminta semua rekaman dan foto dihapus serta mengancam memborgol serta menahannya di sana selama dua hari.
Namun tiba tiba polisi membatalkan rencananya beberapa menit kemudian dan melepasnya.

“Saya bisa mendapat kata kunci dan telpon teman saya kembali,” jelasnya.

"Mereka ingin menyingkirkan rekaman karena menunjukkan, Anda tahu, seorang pria dengan AK-47 menembaki orang-orang. Mereka tidak ingin itu keluar," katanya.

warga Australia memonitor berita dari media lokal dan meminta semua warga Australia yang khawatir atas kondisinyauntuk meninggalkan Mesir.

Kevin Rudd bersama pemimpin dunia lainny juga mendesak agar pasukan keamanan Mesir bisa menahan diri. Operasi pembubaran kemarin dimulai pada sore hari saat pasukan keamanan mengepung kamp Rabaa al-Adawiya di sebelah timur Kairo dan kamp lainnya di alun alun Nahda yang berada di ibukota.

Buldoser lapis baja menerobos barikade dan saksi mata mengatakan pasukan keamanan mulai menembaki demonstran. Mayat mayat  dibungkus karpet dan dibawa ke kamar mayat darurat sedangkan klinik darurat didirikan di Masjid.
Ratusan orang terkonfirmasi terbunuh dekat Kairo setelah pasukan keamanan mulai merangsek dan menembaki demonstran pendukung mantan Presiden Mursi.

Kelompok Ikhwanul Muslimin menyebutkan lebih dari 2.000 orang tewas selama “pembantaian”, sementara menteri kesehatan Mesir menyampaikan korban tewas di seluruh Mesir hanya 278 orang.

Kelompok pendukung Muhammad Mursi tidak berhenti melakukan aksi protes. Sehari setelah tragedi Rabiah Aladiwiyah dan di Lapangan Nahda, massa Ikhwanul Muslimin (IM) mengulangi aksi demontsrasi menolak kudeta militer. Demonstrasi damai tersebut sekaligus menyuarakan kebengisan militer.

Pawai damai dimulai dari Masjid Iman di pinggiran Ibu Kota Kairo, Kamis (15/8) sore waktu setempat. "Kami akan tetap menyuarakan perdamaian," kata juru bicara IM Gehad Haddad seperti dilansir Al Jazeera, Kamis (15/8). Ditegaskan, kudeta militer harus ditumbangkan.

Aksi IM kali ini berupa pembangkangan terhadap jam malam. Sejak Rabu (14/8), militer melarang orang berkeliaran. Namun IM masih tetap bertahan dengan tenda-tenda di pinggiran kota. Jam malam diberlakukan selama satu bulan. Sekira 2.200 orang tewas akibat bentrokan militer dan pendukung Mursi, Rabu (14/8). Jumlah tersebut tersebar di 17 provinsi. Jumlah luka-luka pun tercatat lebih dari 20 ribu orang.

Namun pemerintah sementara mengatakan, jumlah itu berlebihan. Militer merilis korban jiwa berjumlah 525 orang. Angka tersebut memang bertambah dari semula hanya puluhan orang. Korban cedera 3.576 orang. "Jumlah tersebut adalah resmi. Termasuk korban di Aleksandria dan tempat lain," kata juru bicara Kemenkes Mesir, Khaled Khateeb, Kamis (15/8).

BBC News melansir usai kerusuhan, aroma kengerian masih terasa. Para pekerja seakan malas melihat kesemrawutan. Kamis (15/8) pagi waktu setempat, pasukan keamanan menjadi penyapu jalanan lantaran petugas enggan bekerja. Para serdadu menyingkap sisa tenda, karung, kayu, batu-batu yang terbakar. Serdadu memunguti berbagai barang.

Anadolu Agency mengabarkan, banyak ditemukan mayat terbakar di tenda-tenda. Di Masjid Eman, bangunan di kawasan kerusuhan, keharuan tidak berhenti. Sejak semalam, para orang tua dan perempuan berdatangan. Semua meratap melihat puluhan jenazah yang mesti dimakamkan.

Mahasiswa Indonesia Amran hamdani mengatakan, puluhan buntalan kafan berjejer rapi di lantai. Sebagian ditandai dengan nama, sedangkan sebagian lainnya entah anak atau keluarga siapa. Pendukung IM masih menunggu keluarga korban untuk pemakaman.

Aksi pengusiran kepolisian Mesir terhadap pengunjuk rasa pro Muhammad Mursi berakhir dengan pertumpahan darah. Juru Bicara Kementerian Kesehatan Mesir menyatakan korban tewas hingga Kamis siang mencapai 525 orang.

Bahkan semenjak Rabu (14/8) kemarin, Ikhwanul Muslimin mengumumkan angka korban yang begitu fantastis, yaitu 2.200 warga sipil. Reaksi berbagai negara umumnya mengutuk tragedi bagi kemanusiaan itu.

Sementara yang lain mengeluarkan larangan kunjungan, bahkan menahan bantuan dan kerjasama dengan Mesir. Berikut daftar negara yang bereaksi atas tragedi itu.

Turki
Perdana Menteri Turki, Recep tayyip Erdogan, yang sejak awal menyebut penggulingan Muhammad Mursi sebagai kudeta menuduh barat mengabaikan kekerasan di Mesir. Ia pun menyerukan Dewan Keamanan PBB untuk secepatnya bertemu dan membahas situasi di Mesir.

Erdogan juga meminta agar pemimpin Mesir diadili dengan cara yang adil dan transparan. Khususnya atas apa yang ia sebut sebagai upaya pembantaian.

Rusia
Kementerian Luar Negeri Rusia, meski tak berkomentar terkait situasi terkini, mendesak warganya untuk tak bepergian ke Mesir. Dewan Turisme Rusia memperkirakan saat ini terdapat 60 ribu wisatawan Rusia di Mesir.

Mereka menyarankan agar warganya yang sedang berada di Mesir menghindari kunjungan ke kota besar dan lokasi unjuk rasa atau demonstrasi.

Prancis
Presiden Prancis Francois Hollande memanggil duta besar Mesir dan mengatakan segala sesuatu harus dilakukan untuk menghindari perang saudara. Setelah pertemuan itu ia sangat mengutuk terjadinya kekerasan berdarah di Mesir dan menuntut segera berakhirnya tindakan represif.

Pembebasan tahanan, menurut dia, bisa menjadi langkah menghormati prosedur hukum yang sedang berlangsung. Bahkan bisa menjadi langkah awal untuk memperbarui negosiasi.
Jerman

Kementerian Luar Negeri Jerman memanggil duta besar Mesir untuk menjelaskan tindakan yang dilakukan Pemerintah mereka. Menteri Luar Negeri Guido Westerwelle, mengatakan Kemenlu memberitahu kepada duta besar Mesir, bahwa pertumpahan darah harus berakhir sekarang.
Tunisia

Presiden yang berasal dari Partai Islam moderat, Ennahda, Rachid Ghannouchi mengatakan kekerasan di hari Rabu adalah bencana akibat menjungkirbalikkan tatanan hukum dan konstitusi. ''Kepada saudara kami di Mesir, kalian bisa mengalahkan kediktatoran dan kalian bisa mengalahkan darah dan peluru dengan perjuangan yang damai,'' tutur dia melalui email yang dikirimkan kepada media.
Denmark

Pemerintah Denmark mengumumkan bahwa negara mereka menghentikan bantuan dana ke Mesir. Bantuan dana sebesar 30 juta kroner (Rp 54 miliar ) biasanya disalurkan melalui Bank Dunia dan Organisasi Buruh InternasionalNorwegiaNorwegia mengumumkan kalau negara mereka membekukan ekspor peralatan militer ke Mesir.

Aksi brutal militer dan polisi Mesir yang telah membantai sekitar 2.300 pendukung Presiden Muhammad Mursi telah melukai hati umat Islam di Indonesia.

​Ketua Umum Dewan Mesjid Indonesia (DMI), M Jusuf Kalla, meminta seluruh masjid dan mushalah di Indonesia, pada Jumat (16/8) besok untuk menggelar shalat ghaib dan mendoakan para korban dalam penanganan aksi unjukrasa di Mesir.

JK juga meminta agar seluruh masjid mendoakan keselamatan pelajar dan warga Indonesia yang menetap di Mesir.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memberikan pernyataan resmi terkait konflik dan kekerasan yang terjadi di Mesir. Selain menyerukan agar para pihak di Mesir baik pemerintah, militer, dan ikhwanul muslimin berkompromi, Presiden SBY juga meminta agar PBB dan negara-negara lain ikut memberikan perhatian.

"Saya juga menyeru bahwa negara-negara lain dan terutama PBB juga memberikan perhatian dan berbuat sesuatu untuk sekali lagi agar tidak terjadi tragedi kemanusiaan yang lebih dahsyat dari apa yang kita lihat di Mesir," kata SBY di Istana Negara, Jakarta, Kamis (15/8).

Presiden Yudhoyono mengatakan militer Mesir mesti menghormati demokrasi. Menurutnya, kekuatan militer dan senjata terhadap pengujuk rasa yang sebut dengan 'peaceful demonstration' tidak bisa diterima dan bertentangan dengan nilai-nilai demokrasi, kemanusiaan, dan hak azasi manusia.

Karena itu, Presiden SBY menilai akan lebih baik jika para pemimpin dan elite politik Mesir duduk bersama untuk mencari jalan keluar, berkompromi, dan rekonsiliasi. Meski hal tersebut diyakininya tidak mudah dilakukan, tetapi membuka peluang untuk penyelesaian masalah.

"Dan Dewan Keamanan PBB saat ini sudah sepatutnya untuk peduli dan mengambil tindakan yang diperlukan," katanya.

Tragedi pembantaian massal terhadap warga sipil yang dilakukan militer Mesir tidak hanya cukup sampai sebatas keprihatinan. Umat Islam di seluruh dunia perlu melakukan suatu langkah konkret dalam berkontribusi.

Ketua PBNU, Said Agil mengatakan, setiap muslim wajib menunjukkan solidaritasnya kepada saudara-saudara mereka yang dibantai di Mesir.

Umat Islam yang diibaratkan dalam hadis sebagai satu batang tubuh, harusnya ketika satu anggota tubuh sakit, maka yang lain akan ikut merasakan.

Demikian juga halnya dengan tragedi pembantaian Mesir, umat Islam diseluruh penjuru dunia harus ikut merasakan dan ikut membantu hingga masalah tersebut segera tuntas.

"Kita wajib memberikan dukungan, sekurang-kurangnya melalui doa. Kekuatan doa itu sangat dahsyat," kata Said kepada Republika, Kamis (15/8).

"Saya menhimbau kepada umat Islam agar membacakan qunut nazilah disetiap shalat fardhu, bahkan di dalam khutbah Jumat. Doa untuk Mesir bisa dibacakan dalam doa khutbah kedua," sambungnya.

Said menambahkan imbauan ini telah dilaksanakan dan disosialisasikan oleh para da'i anggota IKADI di seluruh Indonesia. Pun, ia  mengimbau kepada umat Islam terutama kepada ormas-ormas Islam agar berperan aktif dan menjadi pelopor terdepan dalam menyuarakan solidaritas kemanusiaan bagi Mesir.

Ormas harus aktif mendesak pemerintah Indonesia agar menyatakan sikap. Indonesia sebagai negara dengan umat Islam terbesar di Dunia harus menampakkan perannya bagi Mesir.
Menurut Said, ada tiga hal yang menonjol dari tragedi

kemanusiaan di Mesir. "Pertama kemanusiaan, apa yang mereka (Militer Mesir) lakukan telah mencedrai nilai-nilai kemanusiaan. Kedua, anti-kudeta. jika Militer terus berjalan berarti membiarkan kudeta," papar Said.

Sedangkan yang ketiga, demokratisasi. Said menegaskan umat Islam harus mendukung Mursi yang dipilih secara sah dan demokratis..

 Sejumlah pemimpin internasional, Rabu (14/8/2013), mengecam penggunaan kekerasan oleh aparah keamanan Mesir saat membubarkan para pendukung Muhammad Mursi yang merenggut cukup banyak nyawa.

Pemerintah Turki dalam pernyataan resminya mendesak komunitas internasional untuk bertindak cepat terkait insiden di Kairo yang disebutnya sebagai "pembantaian"

Turki juga menyatakan khawatir masa Mesir akan menghadapi situasi seperti yang terjadi saat ini di Suriah.

Presiden Turki Abdullah Gul mengatakan, intervensi militer di Kairo sama sekali tak bisa diterima.

"Intervensi militer terhadap warga sipil, terhadap warga yang berunjuk rasa, sangat tidak bisa diterima," kata Gul kepada wartawan di ibu kota Ankara.

Sementara itu, Perdana Menteri Turki Recep Tayyip Erdogan mengatakan komunitas internasional juga menanggung kesalahan atas insiden berdarah yang terjadi di Mesir ini.

"Sangat jelas terlihat bahwa dukungan komunitas internasional kepada kudeta militer Mesir dan sikap diam menghadapi pembantaian sebelunya, telah mendorong pemerintah Mesir melakukan tindakannya hari ini," demikian pernyataan resmi kantor perdana menteri Turki.

Suara sumbang juga datang dari Iran yang mengecam terjadinya "pembantaian" di Kairo. Teheran juga mengingatkan bahwa kondisi saat ini bisa berkembang menjadi perang saudara.

Sedangkan pemerintah Qatar mendesak militer Mesir untuk mengamankan jiwa warga Mesir yang saat ini masih berunjuk rasa.

Uni Eropa menyatakan sangat khawatir dengan perkembangan politik Mesir dan menyerukan agar kedua pihak menahan diri.

"Laporan terkait korban tewas dan luka sangat memprihatinkan. Kami menegaskan kekerasan tak akan menghasilkan apa-apa dan kami mendesak pemerintah Mesir menahan diri," juru bicara Uni Eropa Michael Mann.

Sementara itu, Inggris juga mengutarakan keprihatinan terkait perkembangan terbaru di Mesir.

"Saya sangat prihatin melihat kondisi Mesir saat ini. Saya mengecam penggunaan kekuatan militer untuk membubarkan unjuk rasa dan menyerukan agar militer menahan diri," kata Menlu Inggris William Hague.

Sedangan Menlu Jerman Guido Weterwelle mendesak kedua belah pihak segera menyelesaikan aksi-aksi kekerasan.

"Kami menyerukan untuk semua politisi kembali berunding dan mencegah eskalasi peristiwa menjadi penerimaan minyak mentah," kata Westerwelle.

"Semua pertumpahan dari lebih jauh harus dicegah," tambah Westerwelle.

 Pasukan keamanan Mesir, Rabu (12/8/2013) pagi waktu setempat, mulai membersihkan sejumlah perkemahan para demonstran di Kairo yang menuntut agar presiden terguling Muhammad Mursi kembali ke tampuk kekuasaan.

Di perkemahan terbesar di Kairo timur laut, pasukan keamanan menembakkan gas air mata saat sejumlah helikopter polisi berputar-putar di udara dan kendaraan militer ditempatkan di dekat perkemahan itu.

Kantor berita pemerintah mengatakan, pasukan keamanan telah mulai melaksanakan rencana bertahap untuk membubarkan para demonstran, yang hampir pasti akan memperdalam gejolak politik di Mesir.

Seorang saksi bernama Ahshur Abid kepada kantor berita Reuters mengatakan, sebanyak 15 orang tewas saat operasi pembersihan itu dimulai. Ia mengatakan melihat mayat-mayat mereka di sebuah halaman rumah sakit di salah satu perkemahan.

Sementara pihak Ikhwanul Muslimin, sebagaimana dikutip CNN, mengatakan, pasukan keamanan Mesir telah menewaskan sedikitnya 120 orang saat mereka mulai membersihkan perkemahan para demonstran. Sebelumnya, Juru Bicara Ikhwanul, Gehad El-Haddad, dalam akun Twitter-nya menyebutkan bahwa 30 orang telah tewas.  "#Sejauh ini 30 tewas di Rabaa," kata El-Haddad di halaman Twitter-nya.

Namun, Kementerian Kesehatan Mesir mengatakan, tidak ada laporan kematian sejauh ini dalam tindakan tegas yang sedang dilakukan aparat keamanan itu.

Lebih dari 300 orang telah tewas dalam kekerasan politik sejak tentara menggulingkan Mursi 3 Juli lalu. Jumlah itu termasuk puluhan pendukung Mursi yang dibunuh oleh pasukan keamanan dalam dua insiden terpisah sebelumnya.

Mursi menjadi pemimpin Mesir pertama yang dipilih secara bebas pada Juni 2012. Namun, ia gagal mengatasi kelesuan ekonomi yang kian mendalam dan mencemaskan banyak rakyat Mesir dengan usahanya yang tampak benderang untuk menerapkan hukum Islam yang ketat.

Satu anggota Ikhwanul Muslimin ditembak mati di Mesir, Selasa (13/8/2013) waktu setempat, di tengah aksi protes yang terus berlanjut atas penggulingan Presiden Mesir Muhammad Mursi. Penembakan yang diduga dilakukan petugas keamanan berpakaian preman itu juga melukai 11 orang lain.

Penembakan ini dikhawatirkan akan kembali menggagalkan negosiasi damai antara Ikhwanul Muslimin dan pemerintah sementara dukungan militer. Ribuan pendukung Presiden terguling Mesir Muhammad Mursi, sehari sebelum penembakan, juga telah menggelar aksi demonstrasi di Kementerian Dalam Negeri Mesir.

Aksi pawai unjuk rasa pendukung Mursi dihadang warga lain Mesir yang berbeda kubu, bersamaan dengan lemparan batu dan botol, serta teriakan "teroris" pada peserta pawai. Polisi menembakkan gas air mata pada pawai yang mereka anggap telah menyebabkan kemacetan.

"Tidak akan ada kemajuan dengan negosiasi (karena) satu-satunya jalan adalah mundur, Mursi harus dipulihkan," tegas Karim Ahmed, salah satu peserta unjuk rasa pendukung Mursi ini. Pemerintah sebelumnya juga sudah meminta pendukung Mursi mengakhiri rangkaian unjuk rasa yang telah berlangsung selama enam pekan sejak penggulingan Mursi.

Beberapa pejabat Mesir menyatakan ingin menghindari konfrontasi berdarah yang hanya semakin merusak upaya pemerintah sementara Mesir menampilkan diri sebagai penguasa yang sah. Sebaliknya, beberapa kelompok garis keras di tentara dan kepolisian Mesir tak mau kehilangan muka.

Sejak Mursi digulingkan militer Mesir pada 3 Juli 2013, lebih dari 300 orang telah tewas. Termasuk di antara korban tewas adalah puluhan pendukung Mursi yang ditembaki tentara dalam dua insiden terpisah pada bulan lalu.

Presiden Amerika Serikat Barack Obama, pada Kamis (15/8/2013) pagi waktu setempat, akhirnya buka suara soal insiden berdarah di Mesir.

Lewat pidatonya di  sela-sela liburannya di Massachussets, Presiden Obama mengecam keras penggunaan kekerasan terhadap pengunjuk rasa pro-Muhammad Mursi yang mengakibatkan sedikitnya 525 orang meninggal dunia.

Obama juga meminta pemerintah Mesir untuk mencabut keadaan darurat dan tetap mengizinkan unjuk rasa damai.

Meski demikian pemerintahan Obama tidak akan membekukan bantuan militer ke Mesir yang bernilai 1,3 miliar dolar per tahunnya.

"Saat kami ingin mempertahankan hubungan dengan Mesir, namun kerja sama tradisional kita tak bisa berlanjut seperti biasa saat warga sipil dibunuh di jalanan," kata Obama di hadapan wartawan di tempat liburannya.

Obama menambahkan, pemerintah AS sudah mengabarkan kepada pemerintah Mesir soal pembatalan latihan militer bersama "Bright Star" yang rutin digelar dua tahun sekali sejak 1981.

Latihan perang ini juga pernah dibatalkan pada 2011 saat revolusi menggulingkan Hosni Mubarak terjadi di negeri itu.

Sejauh ini, pemerintahan Obama belum menyebut peristiwa tergulingnya Muhammad Mursi sebagai sebuah kudeta militer.

Sebab, jika AS menyebut militer Mesir telah menggulingkan seorang pemimpin yang terpilih secara demokratis maka sebagai konsekuensi AS harus menghentikan semua bantuan untuk Mesir.

"Meski kami tak percaya bahwa kekerasan merupakan solusi untuk menyelesaikan perbedaan politik, sejak intervensi militer beberapa pekan lalu, masih ada peluangn rekonsiliasi dan kesempatan untuk kembali ke jalur demokrasi," kata Obama.

"Namun, kami justru melihat jalur berbahaya yang diambil lewat berbagai penahanan, pembubaran paksa para pendukung Mursi, dan sekarang aksi kekerasan tragis yang merenggut ratusan nyawa manusia," tambah Obama.

Mesir dicengkeram krisis politik sejak militer menggulingkan Muhammad Mursi, presiden pertama negeri itu yang terpilih secara demokratis, pada 3 Juli lalu.

Sejak saat itu bentrokan antara massa pendukung dan anti-Mursi kerap terjadi dan memakan korban jiwa.
Puncaknya terjadi pada Rabu (14/8/2013) ketika aparat keamanan membubarkan para pendukung Mursi yang menduduki dua lapangan besar di kota Kairo.

Sejauh ini, tragedi "Rabu Berdarah" di Mesir sudah menewaskan 525 orang dan melukai lebih dari 3.000 orang lainnya.

No comments:

Post a Comment