!-- Javascript Ad Tag: 6454 -->

Monday, August 26, 2013

Mencari pemimpin yang seakidah (seiman) dan amanah.



Mencari pemimpin yang seakidah (seiman) dan amanah.

Tahun 2014 merupakan tahun yang bersejarah bagi bangsa Indonesia, karena pada masa ini akan ada pemilihan umum untuk memilih Presiden dan wakil presiden yang baru menggantikan Presiden Susillo Bambang Yudhoyono yang sudah duakali menjabat jadi Presiden.

Survei dari berbagai lembaga menunjukkan elektibilitas para pemimpin sekuler nampaknya semakin menguat, kita sebagai Umat Islam yang merupakan mayoritas penduduk dari 250 juta jiwa yang wajib emilih pemimpinnya yang sesuai petunjuk dari kitab Suci Al-Quran dan Al-Hikmah (hadist Nabi Muhammad SAW) hruslah calon yang seakidah dengan kita selain orang yang memegang amanah dan yang paling bertaqwa kepada Allah SWT.




Kewajiban Iltizam Dengan Islam Dan Haramnya Tasyabbuh Kepada Orang Kafir



Allah Subhanahu wa Ta’ala memang benar-benar telah memuliakan kaum Muslimin hanya dengan Islam. Sebagaimana Amirul-Mukminin 'Umar Ibnul-Khaththab telah berkata: "Sesungguhnya Allah telah memuliakan kami dengan Islam, dan jika kami mencari kemuliaan selain Islam, maka pasti, Allah akan menghinakan kami".

Demikianlah, jika kaum Muslimin iltizam (berpegang teguh) dengan agama ini, niscaya kita menjadi umat paling mulia, bahkan menjadi penguasa di muka bumi, sehingga umat-umat yang lain akan takluk dan tunduk. Sebaliknya, jika kaum Muslimin merasa hina dan merasa rendah dengan Islam, niscaya kita menjadi umat yang terhina, terbelakang dan menjadi umat tertindas, yang bergantung kepada umat yang lain.

Adapun kemuliaan itu, tidak akan diraih, kecuali dengan benar-benar kembali kepada agama yang haq dan iltizam dengannya. Oleh karena itu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memperingatkan agar kita tidak melakukan sesuatu yang menujukkan tasyabbuh (meniru-niru) orang lain, seperti meniru kaum musyrikin, kuffar, Yahudi, Nashrani, Majusi, Persia dan selainnya.

Lihatlah! Tatkala Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tiba di Madinah, kemudian beliau mendapatkan para penduduk Madinah merayakan dua hari raya Jahiliyah, maka beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengingatkan:

إِنَّ اللَّهَ قَدْ أَبْدَلَكُمْ بِهِمَا خَيْرًا مِنْهُمَا يَوْمَ الْأَضْحَى وَيَوْمَ الْفِطْرِ

Sesungguhnya Allah telah mengganti hari raya kalian dengan dua hari raya yang lebih baik, yaitu'Idul-Fitri dan 'Idul-Adh-ha.

Begitu juga ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat orang-orang Yahudi berpuasa pada hari 'Asyura, maka beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata di hadapan para sahabatnya:

خَالِفُوا الْيَهُودَ صُومُوا يَوْمًا قَبْلَهُ أَوْ يَوْمًا بَعْدَهُ

Selisihilah (berbedalah dengan) Yahudi, berpuasalah kalian sehari sebelumnya, atau sesudahnya.

Perhatikan juga, ketika para sahabat membuat penetapan kalender sebagai pijakan mu'amalah keseharian kaum Muslimin, maka serta merta para sahabat tersebut meninggalkan kalender Masehi, Farisi dan selainnya, kemudian sepakat menetapkan kalender Hijriyah sebagai dasar perhitungan, yaitu dimulai dari hijrahnya Nabi, dari Mekkah ke Madinah. Penetapan ini dibuat, dengan maksud agar tidak tasyabbuh dengan orang-orang kuffar. Mengapa para sahabat sampai berbuat demikian?

Jawabnya, karena para sahabat memahami, bahwa tasyabbuh hanya akan mendorong sikap penghormatan dan kecintaan kepada orang-orang kuffar. Dan barang siapa yang mencintai mereka, pasti akan binasa.

Allah Azza wa Jalla berfirman:

وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ

Dan barangsiapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. [Al-Mâidah/5:51].

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam selalu memperingatkan umatnya untuk tidak bersikap tasyabbuh dengan orang-orang kafir. Di antaranya, orang-orang Yahudi dan Nashara membangun masjid-masjid (tempat beribadah mereka) di atas kuburan, maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memperingatkan para sahabatnya:

لَعْنَةُ اللَّهِ عَلَى الْيَهُودِ وَالنَّصَارَى اتَّخَذُوا قُبُورَ أَنْبِيَائِهِمْ مَسَاجِدَ ألاَ فلاَتتَّخِذُوا القُبُورَ مَسَاجِدَ

Allah telah melaknat Yahudi dan Nashara, karena mereka telah menjadikan kuburan nabi-nabi mereka sebagai masjid, maka janganlah kalian menjadikan kuburan sebagai masjid.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga melarang umatnya dari sikap ghuluw (berlebih-lebihan) dalam memuji diri Nabi, karena beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengetahui bahwa kaum Nashara telah berbuat ghuluw kepada Al-Masih Isa ibnu Maryam, sehingga pada puncaknya, kaum Nashara menjadikan Isa sebagai ilah (sesembahan) selain Allah.

Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لَا تُطْرُونِي كَمَا أَطْرَتْ النَّصَارَى ابْنَ مَرْيَمَ فَإِنَّمَا أَنَا عَبْدُهُ فَقُولُوا عَبْدُ اللَّهِ وَرَسُولُهُ

Janganlah kalian bersikap berlebih-lebihan kepadaku sebagaimana kaum Nashara telah berlebih-lebihan kepada Isa ibnu Maryam. Saya hanyalah seorang hamba, maka katakanlah hamba Allah dan utusan-Nya.

Begitu pula Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengingatkan agar kita tidak tasyabbuh (meniru) orang-orang kafir dalam masalah makan dan minum. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang makan dan minum dengan tangan kiri, karena hal ini merupakan tasyabbuh dengan setan dan kaum kuffar. Dan beliau memerintahkan makan dan minum dengan tangan kanan.

Dalam penampilan zhahir, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang memotong jenggot dan membiarkan kumis, karena kebiasaan ini juga merupakan sifat orang-orang kafir. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

أَعْفُوْا اللِّحَى وَأَحْفُوا الشَّوَارِبَ خَالِفُوا الْيَهُوْدَ وَ خَالِفُوا الْمُشْرِكِينَ

Biarkanlah jenggot dan potonglah kumis, selisihilah Yahudi dan Musyrikin

Dalam keseharian, seperti pakaian, cara berjalan, duduk, pemberian nama dan sebagainya yang merupakan syi'ar, juga tidak luput dari perhatian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam , agar umatnya tidak tasyabbuh dengan orang-orang kuffar. Ingatlah, bahwa kita diperintahkan hanya dengan Islam, bukan dengan yang selainnya, karena Islam telah sempurna dan tidak memerlukan adanya tambahan. Allah Azza wa Jalla berfirman:

الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا

Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. [l-Mâidah/5:3].

Sehingga tasyabbuh dengan orang-orang kuffar, berarti menunjukkan adanya kekurangan dalam Islam. Maka mencari kesempurnaan melalui orang-orang kafir, masuk dalam perbuatan kufur nikmat. Allah telah menyempurnakan dan mengistimewakan Islam di atas agama yang lain, sebagaimana tersirat dalam Al-Qur`an:

فَاسْتَمْسِكْ بِالَّذِي أُوحِيَ إِلَيْكَ ۖ إِنَّكَ عَلَىٰ صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ﴿٤٣﴾وَإِنَّهُ لَذِكْرٌ لَكَ وَلِقَوْمِكَ ۖ وَسَوْفَ تُسْأَلُونَ

Maka berpegang teguhlah kamu kepada agama yang telah diwahyukan kepadamu. Sesungguhnya kamu berada di atas jalan yang lurus. Dan sesungguhnya Al-Qur`an itu benar-benar adalah suatu kemuliaan besar bagimu dan bagi kaummu, dan kelak kamu akan diminta pertanggung jawaban. [Az-Zuhruf/43:43-44].

Oleh karena itu, wajib bagi setiap muslim, baik secara individu maupun secara menyeluruh, baik sebagai rakyat maupun penguasa untuk berpegang teguh dengan Islam, menjaganya dengan kuat. Jika kaum Muslimin tidak mau iltizam dan tidak merasa termuliakan dengan Islam, niscaya kaum Muslimin akan menjadi orang-orang yang hina dan terhinakan.

Fenomena tasyabbuh dengan orang-orang kafir yang nampak dewasa ini di kalangan kaum Muslimin pada masa sekarang ini, salah satu contohnya dalam masalah bahasa. Padahal menggunakan bahasa milik orang-orang kafir tidak diperbolehkan, kecuali ada kebutuhan yang bersifat dharuri (terpaksa). Dan keharusan bagi kita, yaitu membiasakan dengan bahasa Al-Qur`an.

Perhatikan juga kalangan anak-anak muda muslim, banyak yang lebih menyukai memakai topi di kepalanya daripada mengenakan peci. Padahal topi merupakan pakaian dan syi'ar kuffar. Kita tidak memiliki kepentingan untuk mengenakannya. Begitu pula bermacam tulisan asing yang menempel di pakaian anak-anak dan para pemuda muslim, padahal jika diterjemahkan, tulisan-tulisan tersebut mengandung arti dan syi'ar agama mereka. Sungguh memprihatinkan.

Menghadapi kenyataan ini, semestinya kita waspada dan memperingatkan adanya bahaya yang mengintai aqidah umat. Jika kaum Muslimin melakukan tasyabbuh, akan menyusahkan manakala ingin membedakan antara kaum Muslimin dan orang-orang kafir. Padahal, kaum Muslimin adalah sebaik-baik umat yang telah dimuliakan Allah di muka bumi. Kaum Muslimin memiliki kemulian, kehormatan dan keagungan, dengan syarat senantiasa iltizam terhadap ajaran Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam .

Renungkanlah kembali firman Allah Azza wa Jalla :

كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ ۗ وَلَوْ آمَنَ أَهْلُ الْكِتَابِ لَكَانَ خَيْرًا لَهُمْ ۚ مِنْهُمُ الْمُؤْمِنُونَ وَأَكْثَرُهُمُ الْفَاسِقُونَ

Engkau adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik. [Ali Imran/3:110].

Di antara faktor yang dapat menggiring kepada tasyabbuh, misalnya seorang muslim sering melakukan perjalanan ke negeri kafir.

Manakala seorang muslim sering berkunjung ke sana, kemudian melihat yang ada pada di negeri orang-orang kafir tersebut, maka sangat mungkin mendorong terjadinya tasyabbuh. Oleh karena itu, seorang muslim jangan bersafar ke negeri kuffar, kecuali jika benar-benar ada kebutuhan mendesak dan bersifat darurat. Bila telah sampai di sana, maka harus tetap bangga dengan Islam, senantiasa menjaga akhlak dan adab Islam, serta jangan sampai terpengaruh dengan adat dan kerusakan moral mereka.

Faktor lain yang dapat memunculkan tasyabbuh, misalnya adanya campur baur antara kaum Muslimin dengan orang-orang kafir. Interaksi ini terjadi karena kedatangan atau kehadiran orang-orang kafir di negeri muslim. Maka, setiap muslim harus berhati-hati, jangan sampai terpengaruh dengan adat dan kebiasaan yang mereka bawa. Bahkan sedapat mungkin kita menyeru dan mendakwahi mereka supaya mengenal dan masuk Islam.

Begitu juga adanya acara-acara dan siaran-siaran media elektronika yang menggambarkan dan menampilkan adat, kebobrokan moral, keseharian yang menyimpang dan bertolak belakang dengan adab-adab Islam, dapat menimbulkan efek di kalangan kaum Muslimin dan Muslimah, sehingga meniru dan berperilaku dengan kebiasaan mereka, dalam semua aspek kehidupan.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sering memperingatkan umatnya agar selalu menjauihi tasyabuh dan tidak mengekor prilaku mereka dalam hadits-haditsnya di antaranya

لَتَتَّبِعُنَّ سَنَنَ مَنْ قَبْلَكُمْ شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ حَتَّى لَوْ سَلَكُوا جُحْرَ ضَبٍّ لَسَلَكْتُمُوهُ

Sungguh kalian akan mengikuti jalan orang-orang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal. Sampai-sampai, ketika mereka masuk ke lubang biawak pun, kalian juga akan mengikutinya.

Demikianlah peringatan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ! Dan hendaklah kita berpegang teguh dengan agama yang mulia ini, menjauhi tasyabbuh dan terus memperingatkan bahaya perbuatan meniru kepada perilaku orang-orang kafir. Mudah-muadah Allah senantiasa menolong dan membimbing kita ke arah jalan yang lurus dan diridhai-Nya.

(Diadaptasi oleh Ustadz Abu Ziyad Agus Santoso, dari Khotbah Mimbariyah, Dr Shalih bin Fauzan Al-Fauzan dengan judul "Wujubu Tamassuki bil- Islam wa Tarki Tasyabuh bil-Kuffar")

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 04/Tahun XI/1428/2007M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]


http://almanhaj.or.id/content/

No comments:

Post a Comment