!-- Javascript Ad Tag: 6454 -->

Wednesday, August 28, 2013

Hary Tanoesoedibjo - Wiranto dianggap kandidat ''Gurem".


 Ali Masykur Musa
 Hary Tanoesoedibjo - Wiranto dianggap kandidat ''Gurem".

Calon wakil presiden Partai Hanura, Hary Tanoesoedibjo, tak peduli jika Wiranto dianggap sebagai calon presiden gurem. Hary Tanoe mengaku tak memedulikan komentar yang berkembang dan lebih memilih fokus pada persiapan menghadapi Pemilihan Umum Presiden 2014.

Dijumpai seusai menjadi pembicara dalam sebuah diskusi politik di Cikini, Jakarta Pusat, Rabu (28/8/2013), Hary Tanoe menyampaikan bahwa hubungannya dengan Wiranto berjalan baik dan tak terganggu cibiran miring dari pihak mana pun.

Ia menegaskan, keputusannya maju sebagai calon wakil presiden mendampingi Wiranto sudah bulat dan telah melewati pertimbangan yang panjang. "Saya tidak akan berkomentar banyak, semua berjalan lancar. Orang boleh berkomentar banyak, tapi yang penting kan faktanya," kata Hary Tanoe.

Diberitakan sebelumnya, Ketua DPP Partai Hanura Fuad Bawazier menilai Wiranto dan Hary Tanoesoedibjo sebagai pasangan calon presiden dan wakil presiden gurem. Untuk itu, ia mengimbau agar pasangan yang maju dari Partai Hanura itu segera sadar diri dan membatalkan diri untuk ikut berkompetisi dalam pertarungan pada 2014.

Fuad menjelaskan, ada tiga klasifikasi untuk mengategorikan figur yang menjadi calon presiden, yakni figur papan atas, figur papan tengah, dan figur kelas bawah. Pendiri Partai Hanura ini menempatkan kader PDI Perjuangan, Joko Widodo, dan Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Prabowo Subianto di jajaran teratas.

Adapun Ketua Umum DPP PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri dan Ketua Umum DPP Partai Golkar Aburizal Bakrie ia anggap sebagai tokoh papan menengah yang layak menjadi calon presiden di periode 2014-2019. "Yang gurem itu Wiranto, Rhoma Irama, dan banyak lagi yang lainnya," kata Fuad saat dijumpai seusai menghadiri sebuah diskusi di Kompleks Gedung Parlemen, Jakarta, Rabu (28/8/2013).

Mantan Menteri Keuangan ini menyampaikan, penilaian yang ia sampaikan itu didasari oleh banyaknya hasil survei yang telah mengemuka. Potret anjloknya elektabilitas Wiranto baginya cukup untuk meminta yang bersangkutan membatalkan niatnya menjadi calon presiden.

"Jadi hanya seperti lelucon, tahu dirilah, jangan buang-buang energi," ujarnya.

Calon wakil presiden dari Partai Hanura Hary Tanoesoedibjo mengaku tak gentar menghadapi popularitas kader PDI Perjuangan Joko Widodo dan Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Prabowo Subianto dalam pertarungan di pemilihan umum presiden tahun depan. Hary Tanoe yakin sinerginya dengan Wiranto mampu menyaingi popularitas kedua tokoh tersebut.

Hary Tanoe menjelaskan, rasa tidak takut dikalahkan oleh Joko Widodo (Jokowi) atau Prabowo terjadi karena dirinya tidak berambisi menjadi orang nomor dua di Indonesia. Ia menegaskan, keputusannya menjadi cawapres mendampingi Wiranto karena menjawab permintaan dari Partai Hanura.

"Tidak ada masalah, saya kan tidak ambisius. Saya jadi cawapres karena diminta dan saya melihat sinergi saya dengan Pak Wiranto ini dapat menyelesaikan semua masalah Indonesia. Tapi kalau masyarakat melihatnya lain, saya juga tak akan masalah," kata Hary Tanoe seusai menjadi pembicara dalam sebuah diskusi politik di Cikini, Jakarta Pusat, Rabu (28/8/2013).

Lebih jauh, Hary Tanoe menegaskan, keputusannya menerima tawaran Hanura untuk maju mendampingi Wiranto dilandasi perhitungan yang panjang. Ia mengklaim mampu menjadi pasangan yang saling melengkapi saat berjuang bersama Wiranto. Wiranto, kata Hary Tanoe, merupakan tokoh nasional yang memiliki pengalaman di bidang militer dan politik. Sementara itu, dirinya yang memiliki latar belakang pengusaha fokus pada masalah ekonomi dan bisnis.

Dari sisi konstituen, Hary Tanoe juga menganggap dirinya dan Wiranto mampu mewakili semua kelompok pemilih. Sebagai tokoh senior, Wiranto dianggapnya mampu mewakili kelompok pemilih tua, dan dirinya mewakili kelompok pemilih muda.

"Dengan pertimbangan itu, kita berpikir untuk menjadi satu, mewakili kelompok dan kapasitas sesuai dengan bidangnya masing-masing. Tapi harus digarisbawahi, saya tak ambisius," ujarnya.

KOMPAS IMAGES/VITALIS YOGI TRISNA Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo menghadiri acara Rakernis Fungsi Lalu Lintas 2013 di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Selasa (19/3/2013). Rapat ini membahas cara untuk memberikan keamanan dan kelancaran lalu lintas menjelang Pemilu tahun 2014.

Hasil survei Litbang Kompas menunjukkan popularitas Jokowi dibandingkan dengan sosok lainnya mengindikasikan kian menguatnya tuntutan masyarakat terhadap kehadiran generasi kepemimpinan politik nasional baru yang tidak bersifat artifisial. Kesimpulan demikian tampak dari dua hasil survei opini publik yang dilakukan secara berkala (longitudinal survey) terhadap 1.400 responden—calon pemilih dalam Pemilu 2014—yang terpilih secara acak di 33 provinsi. Survei terbaru yang dilakukan Kompas menunjukkan tingkat keterpilihan Jokowi mencapai 32,5 persen. Proporsi itu meningkat hampir dua kali lipat dibandingkan dengan tingkat keterpilihannya pada Desember 2012.

Hasil survei menunjukkan, semakin besar proporsi calon pemilih yang jelas menyatakan pilihannya terhadap sosok pemimpin nasional yang mereka kehendaki. Sebaliknya, semakin kecil proporsi calon pemilih yang belum menyatakan pilihan dan semakin kecil pula proporsi calon pemilih yang enggan menjawab (menganggap rahasia) siapa sosok calon presiden yang ia harapkan memimpin negeri ini.

Besarnya proporsi pemilih yang sudah memiliki preferensi terhadap sosok calon presiden secara signifikan hanya bertumpu pada lima nama: Joko Widodo, Prabowo Subianto, Aburizal Bakrie, Megawati Soekarnoputri, dan Jusuf Kalla. Pada survei terakhir (Juni 2013), lima sosok itu mampu menguasai dua pertiga responden. Sisanya (18,2 persen) tersebar pada 16 sosok calon presiden lainnya.

Wawasan ke-Indonesiaan dan kemampuan memimpin yang dimiliki Ibu Negara Ny Ani Yudhoyono dinilai buruk. Hal itu diungkapkan oleh Direktur Lembaga Pemilih Indonesia (LPI) Boni Hargens merujuk pada hasil survei yang dilakukan pada 17 sampai 26 Agustus 2013 lalu.

Boni menjelaskan, terkait hal wawasan ke-Indonesiaan, Ani Yudhoyono berada di posisi terakhir dengan poin 39. Ibu Negara dikalahkan sejumlah tokoh lain seperti Hatta Rajasa, Aburizal Bakrie, Gita Wirjawan, dan Puan Maharani. Untuk kategori ini, tokoh teratas yang dianggap memiliki wawasan kebangsaan adalah Megawati Soekarnoputri, Prabowo Subianto, Joko Widodo, Hary Tanoesoedibjo, Surya Paloh, dan Jusuf Kalla.

Selanjutnya, untuk kemampuan memimpin, hasil survei LPI juga mencatat Ani Yudhoyono berada di posisi terakhir dibanding sejumlah tokoh lainnya. Kemampuan Ani Yudhoyono dalam memimpin berada di bawah Aburizal Bakrie, Hatta Rajasa, Chairul Tanjung, dan Gita Wirjawan. Tokoh lain yang masuk dalam posisi lima besar dengan kemampuan memimpin yang baik adalah Megawati Soekarnoputri, Joko Widodo, Prabowo Subianto, Hary Tanoesoedibjo, dan Surya Paloh.

"Survei ini dilakukan untuk menggeser wacana popularitas dalam penelitian yang berkaitan dengan Pemilu 2014 dengan kualitas dan kompetensi. Kami berharap nasionalisme ke-Indonesiaan menjadi tema pada pemilu mendatang," kata Boni di Cikini, Jakarta, Rabu (28/8/2013).

Untuk diketahui, penelitian ini disusun berdasarkan hasil focus group discussion (FGD) yang dilakukan pada 17 Agustus dengan para pakar, 24 Agustus dengan masyarakat, dan 26 Agustus dengan aktivis mahasiswa tentang kadar nasionalisme ke-Indonesiaan para capres-cawapres 2014.

Kemudian, pandangan para peserta yang total berjumlah 60 orang digali dengan sistem penilaian dalam skala 0-10 dan ditabelkan. Hal itu merupakan metode kuantitatif untuk membantu metode kualitatif yang melalui FGD agar lebih terukur.

Untuk indikator penelitian ini, setidaknya ada tiga hal utama, seperti kualitas personal, rekam jejak, dan visi ke-Indonesiaan. Adapun dalam indikator ke-Indonesiaan setidaknya ada delapan subindikator, seperti wawasan ke-Indonesiaan hingga gagasan tentang negara agama.

Ali Masykur Musa bakal mendatangi para kyai Nadhlatul Ulama setelah menjadi kandidat calon presiden di Konvensi calon presiden Partai Demokrat. Ali akan meminta restu dari para kiai untuk maju sebagai calon presiden.

"Tradisi di NU yang tidak boleh ditinggalkan, yakni restu para kiai. Saya dalam waktu dekat akan silaturahmi dengan para kyai NU," kata Ali seusai menjalani Prakonvensi Capres Demokrat di Wisma Kodel, Jakarta, Rabu (28/8/2013).

Ali mengaku hingga saat ini belum membentuk tim sukses untuk membantu dirinya meningkatkan elektabilitas. Ia baru akan membicarakan hal itu setelah pengumuman siapa saja kandidat yang lolos ke tahapan selanjutnya oleh Komite Konvensi.

Dengan latar belakang aktivis, Ketua Umum PP Ikatan Sarjana NU itu merasa tidak sulit untuk berkampanye. Saya sudah biasa konsolidasi, sosialiasi, menyapa umat, ucap anggota Badan Pemeriksa Keuangan itu

No comments:

Post a Comment