!-- Javascript Ad Tag: 6454 -->

Tuesday, August 27, 2013

ekonomi Indonesia belum masuk masa krisis seperti era 1998 atau 2008


ekonomi Indonesia belum masuk masa krisis seperti era 1998 atau 2008


 Menteri Keuangan Chatib Basri telah melakukan audiensi dengan 540 investor asing terkait empat kebijakan paket ekonomi untuk merespons penurunan rupiah dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).

Dia menjelaskan, ekonomi Indonesia belum masuk masa krisis seperti era 1998 atau 2008 dulu. "Dalam kondisi ekonomi yang tidak biasa ini, ekonomi Indonesia belum krisis tapi kita harus mewaspadai gejolak pasar keuangan dan nilai tukar," kata Chatib saat ditemui di kantornya, Jakarta, Selasa (27/8/2013).

Saat ini, kondisi IHSG di perdagangan sesi pertama mengalami penurunan 146,35 poin ke 3.977,74. Sementara itu, kondisi rupiah berdasarkan kurs tengah BI juga kembali melemah di level Rp 10.883 per dollar AS, dibanding perdagangan kemarin di level Rp 10.841 per dollar AS.

Chatib menyebutkan, pelemahan IHSG maupun rupiah ini masih merupakan dampak penghentian stimulus fiskal dari bank sentral Amerika Serikat ke pasar. Apalagi gonjang ganjing kondisi bursa saham India dan Thailand juga signifikan.

Dari kondisi domestik, Chatib menyebut bahwa neraca transaksi berjalan Indonesia juga tertekan hingga defisit 4,4 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Harapannya, paket kebijakan yang dirilis baik dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bank Indonesia (BI), maupun Kementerian Keuangan ini akan efektif merespons pelemahan rupiah dan IHSG.

"Kami akan fokus stabilisasi mengurangi defisit neraca transaksi berjalan. Kedua, kami akan menjaga momentum pertumbuhan ekonomi dengan pemberian insentif fiskal," tambahnya.

Mantan Presiden ketiga Republik Indonesia BJ Habibie ikut berkomentar soal pelemahan nilai tukar rupiah yang terjadi akhir-akhir ini. Menurutnya, kondisi rupiah saat ini berbeda dengan era 1998 dulu.

"Saya tidak bisa mengambil kebijakan seperti 15 tahun lalu. Kalau tahun 1998 lalu, saya hadapi (pelemahan rupiah) ini dengan habis-habisan," kata Habibie saat ditemui di Gedung BPPT, Jakarta, Senin (26/8/2013).

Ia menambahkan, semua pihak harus bertanggung jawab terhadap pelemahan nilai tukar rupiah ini, baik pemerintah, DPR, maupun institusi terkait, terutama Bank Indonesia (BI). Ia mengharapkan rupiah bisa menjadi mata uang yang konstan dan dapat diprediksi pelemahan ataupun kenaikannya.

"Kita harus cermat, kita harus jadikan mata uang kita itu kualitasnya tinggi. Kualitas tinggi tidak hanya urusan nilainya, tapi juga harus konstan sehingga bisa diperhitungkan menjadi predictable," katanya.

Jika kondisi rupiah menjadi sulit diprediksi, kata Habibie, maka hal tersebut akan menyebabkan inflasi dan akan mengganggu perekonomian domestik. Habibie juga tidak ingin bila rupiah menjadi mata uang yang dipermainkan sehingga kondisinya berfluktuasi.

"Kalau tidak bisa diperhitungkan, itu seperti main gambling (judi) saja. Ini yang harus dihindari," tambahnya.

Habibie ingin agar siapa pun tidak memanfaatkan pelemahan rupiah ini. Jikapun ada yang memanfaatkan untuk mengambil keuntungan, maka keuntungan tersebut harus digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Dengan demikian, lapangan kerja naik, pendapatan masyarakat meningkat, dan kesehatan masyarakat terjamin.

Berdasarkan kurs tengah Bank Indonesia (BI), nilai tukar rupiah diperdagangkan di level Rp 10.841 per dollar AS, menguat tipis dibanding perdagangan akhir pekan lalu di level Rp 10.848 per dollar AS.

No comments:

Post a Comment