!-- Javascript Ad Tag: 6454 -->

Tuesday, August 13, 2013

Bentrok Muslim Uigur dengan Suku Han di China tewaskan 27 orang



Muslim Uigu
Suku Han

Bentrok Muslim Uigur dengan Suku Han di China tewaskan 27 orang


Kerusuhan di Xinjiang, China bagian barat, yang secara etnis terbelah, Rabu (26/6/2013), menewaskan sedikitnya 27 orang. Demikian kata media pemerintah. "Tujuh belas orang telah tewas sebelum polisi menembak mati 10 perusuh," kata kantor berita Xinhua sebagaimana dikutip AFP.

Laporan tersebut muncul setelah 21 orang tewas dalam kekerasan di wilayah itu April lalu.

Situs berita China.org melaporkan, kerusuhan itu terjadi sekitar pukul 06.00 pagi di kota Lukqun di wilayah Shanshan di Prefektur Turpan. Lokasi bentrokan itu sekitar 100 kilometer dari kota Gurun Turpan dan sekitar 280 kilometer dari ibu kota Urumqi.

Massa yang bersenjatakan pisau menyerang stasiun polisi kota praja, gedung pemerintah lokal dan sebuah situs konstruksi. Mereka menusuk orang-orang dan membakar mobil-mobil polisi. Demikian kata para pejabat komite regional Xinjiang dari Partai Komunis China.

Dari 17 orang tewas sebelum polisi melakukan penembakan, sembilan di antaranya merupakan anggota polisi atau penjaga keamanan dan delapan warga sipil.

Tiga orang perusuh ditahan di tempat kejadian dan polisi sedang mengejar mereka yang melarikan diri.

Xinjiang, daerah yang luasnya dua kali ukuran Turki, merupakan tempat tinggal sekitar sembilan juta warga etnis minoritas Uighur yang sebagian besar beragama Islam. Banyak dari mereka mengeluhkan penindasan atas dasar agama dan budaya yang dilakukan Pemerintah China.

Daerah itu sering dilanda kerusuhan. Pada April lalu, sebanyak 21 orang tewas dalam bentrokan antara polisi dan masyarakat lokal di daerah itu. Pihak berwenang China ketika menyalahkan kasus itu pada "teroris" belum lama ini memenjarakan sembilan orang di kawasan itu karena terkait "ekstremisme keagamaan".

Lebih dari 100 orang dengan mengendarai sepeda motor dan mengacungkan pisau menyerang satu kantor polisi di kawasan Xinjiang, di bagian barat China, demikian laporan media negara, Sabtu.

Serangan di kota Hotan, wilayah gurun terpencil yang dihuni etnis Uighur itu, terjadi dua hari setelah kekerasan mematikan di kawasan itu dalam empat tahun yang merenggut 35 jiwa. China menyebut insiden tersebut "serangan teroris".

Reuters melaporkan, Xinjiang merupakan rumah bagi sebagian besar suku Uighur Muslim yang berbahasa Turki. China menyatakan pihaknya memberi etnis Uighur kebebasan dan menuding para ekstremis berniat memisahkan diri.

Rasa permusuhan antara mayoritas etnis Han China dan Uighur menjadi tantangan besar bagi para pemimpin Partai Komunis China. Presiden Xi Jinping yang naik ke tampuk kekuasaan pada Maret telah menyerukan persatuan semua kelompok etnis di China.

Dalam insiden paling akhir, "para perusuh" berkumpul di tempat-tempat keagamaan sebelum mengendarai sepeda motor untuk menyerang kantor polisi di Hotan, daerah Moyu, kata harian the Global Times milik harian People`s Daily, corong Partai Komunis China.

Penguasa sedang menghitung jumlah korban dan mencari tersangka, kata the Global Times.

Dalam satu insiden terpisah, sebanyak 200 orang berusaha "memicu keributan" di satu kawasan perbelanjaan utama di Hotan, kata harian itu. Surat kabar itu melaporkan polisi berhasil menguasai keadaan.

Penguasa China telah meningkatkan keamanan di Urumqi, ibu kota kawasan itu, kata harian itu.

Pengadilan Rakyat Kasghar menjatuhkan hukuman mati terhadap dua pria pasca-peristiwa kerusuhan yang terjadi di Xinjiang, China.

Selain menjatuhkan hukuman mati, pengadilan juga menjatuhkan hukuman penjara yang lamanya berkisar antara sembilan tahun hingga seumur hidup terhadap tiga orang lainnya yang dituduh terlibat dalam peristiwa tersebut.

Kerusuhan itu terjadi pada 23 April di Kashgar dan mengakibatkan 21 orang tewas.

Tidak hanya warga sipil yang tewas, tetapi juga 15 petugas keamanan yang menjadi korban dalam kerusuhan di Xinjiang.
Pemerintah China dalam pernyataanya pasca-kerusuhan menyalahkan orang yang disebut "teroris" sebagai penyebabnya.
Media milik Pemerintah China mengatakan, satu orang yang dijatuhi hukuman mati ikut membantu pendirian "kelompok teroris".

Dalam kasus terakhir ini, dua orang yang dihukum mati, Musa Hesen dan Rehman Hupur dinilai terbukti melakukan pembunuhan dan aksi terorisme.

Xinjiang merupakan wilayah yang dihuni etnis minoritas Uighur yang kebanyakan beragama Islam.

Populasi mereka mencapai sekitar 45 persen dari total populasi di provinsi tersebut.

Namun, belakangan seiring dengan kedatangan warga China dari etnis Han, mereka mengatakan kebudayaan tradisional mereka semakin terpinggirkan.

Pemerintah dalam sejumlah kasus kekerasan di Xinjiang selalu menyalahkan kelompok ekstremis Uighur yang dituding melakukan aksi menuntut adanya otonomi terhadap wilayah mereka.

Melebih-lebihkan ancaman
Sementara itu, para aktivis Uighur menuding Beijing terlalu melebih-lebihkan adanya ancaman supaya mereka bisa bertindak represif.

BBC mencoba untuk mengunjungi lokasi kerusuhan dan mengklarifikasi sejumlah kejadian, tetapi dihalangi oleh petugas keamanan setempat.

Polisi membawa wartawan BBC ke kantor pemerintah sebelum akhirnya diminta untuk meningggalkan wilayah itu.

Selama ini memang sulit untuk melakukan verifikasi terhadap sejumlah laporan kekerasan di Xinjiang.

Wartawan asing yang memasuki wilayah itu akan menghadapi sejumlah intimidasi saat melakukan tugas memeriksa laporan kerusuhan yang dikatakan akan melawan pemerintah.

Muslim Uighur Xinjiang Tak Pernah Khusyu’ Jalani Ramadhan

tak-pernah-khusyuk-jalani-ramadanPemerintah China menggunakan strategi halus mencegah muslim Uighur ke masjid dan puasa. Mereka mendatangi umah-rumah Muslim Uighur selama Ramadhan untuk memberi mereka buah-buahan dan minuman dengan memaksa makan supaya membatalkan puasa mereka.

KEKERASAN demi kekerasan dilancarkan pemerintah China pada suku Uighur di Xinjiang, China,  tak berhenti. Menjelang Ramadhan bahkan makin menjadi-jadi. Bulan lalu, setidaknya 27 orang tewas akibat bentrokan Muslim Uighur dengan aparat keamanan dan suku mayoritas Han, seperti dilansir surat kabar the New York Times (26/6).

Konfrontas pecah pagi dini hari waktu setempat setelah salat subuh di Kota Lukqun, Provinsi Xinjiang. Pedang-pedang terhunus menyerang kantor polisi, merusak bangunan pemerintah daerah, serta membakar mobil aparat. Mereka yang tewas termasuk sembilan keamanan.

Seorang juru bicara Kongres Uighur Dunia jadi salah satu pemrakarsa berdirinya negara Islam Uighur mengatakan bentrokan ini terjadi lantaran dipicu penahanan besar-besaran etnis minoritas itu beberapa bulan terakhir.

“Perpecahan ini tidak kebetulan terjadi,” ujar Dilxat Raxit juru bicara Uighur tinggal di Swedia. Menurut dia ada yang sengaja menyapu bersih dan menumpas etnis ini dari bumi China. Para lelaki menghilang dan polisi cuek bebek soal keberadaan mereka. Ini diyakini Raxit sebagai kesengajaan.

Muslim Uighur memang pendatang dari Turkistan Timur berbahasa Turki. Sebagai pendatang etnis ini mengalami peningkatan kesejahteraan hidup yang pesat hingga membuat iri suku Han. Suku paling besar se-China. Sejatinya konflik Uighur-Han sudah mulai mereda sedikit demi sedikit dan mereka relatif tenang. Namun ada saja pihak-pihak menginginkan bertikai.

Pemerintah China jelas ketar-ketir dengan perkembangan Uighur. Hingga kini populasinya bertambah menjadi 46 persen di Xinjiang, sementara suku Han hanya 40 persen. Sementara pusat pecah konflik di Lukqun, Uighur memiliki 30 ribu penduduk atau 90 persen. Mereka mayoritas muslim, itu sebabnya pelbagai cara dilakukan agar tidak terjadi kegiatan agama dianggap mampu merusak stabilitas nasional.

Tahun ini nampaknya pemerintah China lebih menggunakan strategi halus mencegah muslim Uighur ke masjid dan puasa. Mereka mendatangi umah-rumah Muslim Uighur selama Ramadan untuk memberi mereka buah-buahan dan minuman dengan memaksa makan supaya membatalkan puasa mereka, seperti dilansir onislam.net (16/7).

- See more at: http://www.ddhongkong.org/muslim-uighur-xinjiang-tak-pernah-khusyu-jalani-ramadhan/#sthash.UI71foi9.dpuf

Kelompok-kelompok pegiat HAM mengutuk pemerintah China yang memberikan hukuman penjara kepada 2 Muslim Uighur atas kejahatan yang tidak diketahui setelah dideportasi dari Kamboja di mana mereka telah meminta suaka, Reuters melaporkan pada hari Jumat, 27 Januari.

"Pemenjaraan orang-orang ini, yang dideportasi paksa dari tempat mereka berlindung, harus berfungsi sebagai wake-up call untuk dunia tentang perlakuan yang brutal kepada orang Uighur yang mencari suaka," Uighur American Association presiden Alim Seytoff mengatakan dalam sebuah pernyataan yang dimuat di website kelompok advokasi itu.

Kembali pada bulan Desember 2009, 18 muslim Uighur  mencari suaka di Kamboja, dideportasi atas permintaan dari China setelah pemerintah Kamboja mengabaikan keberatan dari Amerika Serikat dan kelompok hak asasi internasional.

Dibawah keadaan yang penuh tekanan, sebuah pengadilan di wilayah barat Xinjiang menjatuhkan hukuman kepada Nurahmet Kudret, 35 tahun dan Islam Urayim, 32, untuk hidup di penjara. Kerabat dari orang-orang tersebut mengatakan kepada Uighur American Association dan radio yang berbasis di AS, Free Asia.

Orang-orang itu menjalani hukuman mereka di penjara terpisah di ibukota Urumqi, setelah mereka dihukum atas kejahatan yang tidak diketahui, kata penyiar.

Orang ketiga, Muhamad Musa, 25, dijatuhi hukuman 17 tahun pada bulan Oktober oleh pengadilan di kota Kashgar Xinjiang, katanya.

Ketiga orang itu termasuk di antara kelompok 20 orang yang mencari suaka di Kamboja saat pecahnya kerusuhan antara suku Uighur dan mayoritas China  Han di ibukota Xinjiang, Urumqi pada Juli 2009.

Mengutip kelompok hak asasi, Radio Free Asia mengatakan pencari suaka telah melarikan diri dari penganiayaan karena mereka telah menyaksikan pasukan keamanan China menangkap dan menggunakan kekuatan mematikan terhadap demonstran Uighur selama kerusuhan Juli 2009.

Ibukota Xinjiang, Urumqi, adalah tempat meletusnya kekerasan berdarah yang menargetkan suku Uighur muslim pada bulan Juli 2009. Pada hari-hari berikutnya, massa Han yang marah turun ke jalan  menyakiti suku Uighur muslim dalam kekerasan etnis terburuk di China dalam beberapa dekade terakhir.

Kerusuhan mengakibatkan hampir 200 orang tewas dan 1.700 orang terluka, menurut angka pemerintah. Tapi suku Uighur, minoritas Muslim yang berbahasa Turki, mengatakan jumlah korban jauh lebih tinggi dan terutama dari komunitas mereka.

Pemerintah China telah menghukum sekitar 200 orang, sebagian besar mereka orang Uighur, selama kerusuhan dan 26 dari mereka dijatuhi hukuman mati

China dan Kamboja telah lama menyimpan hubungan dekat, karena China memberikan sejumlah besar bantuan untuk negara miskin Asia Tenggara itu.

Dua hari setelah Kamboja mendeportasi Uighur Muslim pada Desember 2009, Wakil Presiden Cina Xi mengunjungi Phnom Penh dan menandatangani 14 kesepakatan perdagangan senilai $ 850 juta.

Pemerintah Kamboja membantah bahwa deportasi itu terkait dengan pengumuman pinjaman China sebesar 1,2 miliar dolar.

Konggres Uighur Dunia yang berbasis di Munich tahun lalu mengatakan bahwa negara-negara Asia telah memulangkan setidaknya 180 orang Uighur ke China sejak tahun 2001.

Xinjiang dan rakyat Muslim Uighur-nya, minoritas yang berbahasa Turki, merupakan populasi berjumlah lebih dari delapan juta, terus menjadi sasaran tindakan keras keamanan besar-besaran.

Muslim menuduh pemerintah menempatkan jutaan etnis Han di wilayah mereka dengan tujuan utama menghapus identitas dan budaya mereka.

Beijing memandang wilayah Xinjiang yang luas sebagai aset yang tak ternilai karena lokasinya strategis, penting dekat Asia Tengah dan  cadangan minyak dan gas yang besar.

No comments:

Post a Comment