!-- Javascript Ad Tag: 6454 -->

Wednesday, June 26, 2013

ketidakakuratan basis data rumah tangga sasaran (RTS).menyebabkan banyak waega yang antri relatif kaya mereka mengunakan sepeda motor dan mengenakan perhiasan emas mengambil hak orang miskin



 ketidakakuratan basis data rumah tangga sasaran (RTS).menyebabkan banyak waega yang antri relatif kaya mereka mengunakan sepeda motor dan mengenakan perhiasan emas mengambil hak orang miskin


Berantakannya penyaluran bantuan langsung sementara masyarakat (BLSM) tak lepas dari ketidakakuratan basis data rumah tangga sasaran (RTS).

Pernyataan itu disampaikan Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Enny Sri Hartati, Senin (24/6).

Enny mengatakan, penyaluran BLSM berbasis data penerima subsidi beras untuk masyarakat miskin (raskin) sejumlah 15,5 juta RTS tidak akurat. Sebab, kata Enny, berdasarkan fakta di lapangan selama ini banyak penerima raskin yang tidak tepat sasaran.

"Artinya basis data yang digunakan tidak tepat," sebut Enny.

Menurut Enny, Program Perlindungan Sosial (PPLS) yang dijadikan basis data penyaluran BLSM adalah hasil perhitungan 2011. "Update katanya ada, tapi di lapangan ada yang seharusnya menerima tapi tidak menerima atau sebaliknya. Artinya belum ada validitas data," ujar Enny.

Enny juga menyoroti seremonial pembagian BLSM pada Sabtu (22/6) kemarin. Sebab, ikutnya sejumlah menteri membagi-bagikan BLSM menggambarkan pemerintah masih ragu dengan penerima BLSM.

Kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) disertai pemberian kompensasi bagi masyarakat miskin salah satunya bantuan langsung sementara masyarakat (BLSM) hanya drama politik yang diperankan pemerintah.
"Kenaikan harga BBM dan pemberian BLSM itu menjadi drama politik, seolah-seolah menjadi suatu pembenar untuk menunjukkan iklan politik bahwa rakyat memang perlu BLSM," sindir Wasekjen PDI Perjuangan Hasto Kristianto di Jakarta, Selasa (25/6/2013).

Menurut Hasto, cara pemerintah keliru memberdayakan warga miskin dan tak mampu lewat BLSM. Karena merujuk konstitusi, Pemerintah bertugas memberdayakan mereka lewat usaha produktif yang bisa mengangkat ekonominya.

"Konteksnya menjadi tugas Pemerintah untuk menciptakan lapangan pekerjaan bagi rakyat, bukan untuk mengkompensasikan penderitaan rakyat yang sifatnya hanya sementara," terang Hasto.

Sejak awal, PDI perjuangan mempersoalkan kompensasi kenaikan harga BBM lewat BLSM. Untuk memperlakukan rakyat sebagai orang yang bermartabat, dan bentuk tanggunjawab negara, fakir miskin dipelihara negara dengan memberdayakannya.

Pemberian BLSM, justru melalui cara-cara yang karikatif dengan memberikan uang apalagi yang sifatnya jangka pendek. Itu artinya Pemerintah memposisikan warga miskin untuk terus dikasihani tanpa membuka ruang bagi mereka lebih baik.

"Kita juga melihat ada persoalan ideologis. Kita tahu kenaikan harga BBM ini berakibat pada penderitaan rakyat, penderitaan yang tidak dapat dikompensasikan, dengan pemberian seolah-olah belas kasihan," terangnya. 

PDI Perjuangan mengkritik pemerintah selama ini tidak pernah melihat upaya lain untuk meningkatkan kemampuan produksi rakyat, sehingga kemudian dikorbankan secara politis oleh kekuasaan.
PDI Perjuangan mengalami bagaimana drama politik penguasa sedemikian kental ketika pada Juni 2008 sampai Februari 2009 atau menjelang pemilu, Pemerintah memberikan dana BLT yang jumlahnya begit besar.

"Yang nampak, motif politik penguasa begitu besar daripada kompensasi kepada rakyat akibat kenaikan BBM. Kenaikan BBM ini akibat missed manajemen fiskal pemerintah. Bukan sebagai akibat kenaikan BBM luar," katanya lagi.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa membantah jika penyaluran dana Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM/Balsem) masih minim dan baru mencapai Rp 19 miliar. Sebelumnya data real time PT Pos Indonesia menunjukkan angka yang berbeda
.
"Tidak betul baru tersalurkan Rp 19 miliar yang beredar di media, itu mungkin datanya kurang akurat," katanya usai meninjau langsung pembagian BLSM di Kantor Pos kramat Jati Jakarta, Selasa (25/6/2013).
Menurutnya, hal tersebut terjadi lantaran kesalahan data base. Namun dirinya memastikan kesalahan itu tidak banyak terjadi.

"Data ini selalu diperbaharui 3 tahun, jadi kalau rezeki bertambah meningkat tidak dapat lagi," lanjutnya.
Sebelumnya, angka Rp 19 miliar tercatat sampai Senin (25/6/2013) sore. Sampai pada pukul 08.55 WIB di Selasa (25/6/2013), terlihat 99,53% dana Balsem belum terserap. Dalam data, sebanyak 72.957 rumah tangga sasaran (RTS) yang baru menerima BLSM. Sedangkan sisanya sebanyak 15.457.940 belum menerima.

Adapun total dana yang telah dikucurkan ke penerima Balsem sampai pagi tadi mencapai Rp 21,8 miliar. Dikatakan Hatta, penyaluran dana BLSM sejak Sabtu kemarin sudah sangat besar.

"Penyaluran dana BLSM sejak Sabtu kemarin sangat besar, kartu yang diterima akhir bulan ini sebanyak 15,5 juta kartu juga sudah selesai semua," katanya.

Selain yang belum mendapatkan kartu BLSM, musyawarah tersebut juga membahas masyarakat yang sebenarnya tidak berhak mendapatkan BLSM, namun masih mendapatkan BLSM. Untuk itu masyarakat yang sebenarnya mampu dan tidak berhak maka masyarakat tersebut dihimbau untuk mengmbalikan kartu BLSM.

"Di musyawarah desa untuk orang yang mengembalikan kartu BLSM nya lalu disalurkan ke yang berhak. Setelah itu baru di revisi," ujarnya.
Untuk kelancaran pembagian BLSM ada tim pemantau dari tiap-tiap kementerian, ada juga satgas di setiap daerah.

"Secara real time data-data masuk terus dalam data informasi kita. Termasuk pengaduan-pengaduan dan saran- saran dari seluruh masyarakat juga direspons," kata Hatta.

No comments:

Post a Comment